Kawan

Kawanku bukan orang penting.
Dia bukan pemimpin negara yang berasal dari kaum minoritas,
Dia bukan selebriti yang mempunyai pusat hiburan pribadi seluas 10.83 km2 di rumahnya,
Dia juga tak mengenakan mitra di atas kepalanya.

Kau mungkin berpapasan dengannya saat kau membeli rokok favoritmu,
Mungkin kau pernah duduk bersebelahan dengannya sembari menunggu datangnya bus kota,
Kau mungkin sudah beberapa kali menatap wajahnya di dalam bemo yang kau naiki,
Bahkan mungkin kau sudah pernah bercakap dengannya tanpa mengetahui namanya.

Kawanku bukan orang yang spesial.
Sehelai kaos yang warnanya mulai memudar menempel di punggungnya.
Jeans butut yang sudah sobek dan berlubang di sana sini dieratkannya dengan sabuk tua.
Sungguh tidak ada yang menonjol dari dirinya.

Ingin aku mengenalkanmu padanya.
Tapi aku tak bisa berjanji kau akan menyukainya.
Dia mungkin memiliki ideologi yang berlawanan denganmu,
Mungkin prinsip hidupnya berbeda denganmu,
Mungkin kau takkan menyukai warna kulitnya,
Bisa juga kepercayaanmu tak sejalan dengan kepercayaannya.

Maukah kau berkenalan dengannya? Ya?
Jika begitu akan kukenalkan dia padamu.
Kala kau sendirian di tengah keramaian,
Di pusat pertokoan, di angkutan umum, atau di jalur pejalan kaki di bahu jalan,
Tolehkanlah kepalamu ke arah orang asing di sebelahmu.

Perkenalkan, ia kawanku.

Biru

Langit di atas kepalaku biru
Aku menapakkan kakiku seiring dengan rambatan awan putih
Dia berada di atas kepalaku, berteman dengan birunya langitku, menciptakan harmoni
Sepelik apapun hari yang akan kuhadapi, aku akan berdendang bersama mereka

Orang baru di rumah kompleks belakang bukan sahabatku
Ia asing bagiku
Kami tak pernah bercakap,
Hanya senyum kecil yang kusunggingkan di bibirku kala aku berpapasan dengannya

Tak pernah aku bertandang ke rumahnya
Tak pernah pula aku mencuri buah mangga di kebunnya
Bahkan tak pernah aku tahu bagaimana rupa rumahnya
Aku tak begitu peduli

Entah apa yang telah kulakukan terhadapnya
Meskipun tak pernah aku membuat masalah dengannya, ia membenciku
Setiap pagi diluncurkannya pilar-pilar kelabu dari kebun belakang rumahnya
Asap dan abu memenuhi taman kecil di belakang rumahku

Aku tak bisa melihat biru langitku dan awan putih, kawannya
Langitku kini abu-abu
Aku rindu bentangan warna biru di atas kepalaku
Ia mengoyak biru langitku


Tetangga jahanam!